Rabu, 30 November 2016

ayam ayam pengganggu



abah zaid


Sebuah kisah hanyalah rangkaian cerita sederhana,
Kecuali kita mampu menerjemahkanya dengan kecerdasan hati dan cahaya-Nya yang lahir dari "ati sing urip" sebagaimana yang abah ajarkan pada murid-muridnya.

 
KISAH BERSAMA ABAH
AYAM-AYAM PENGGANGGU
Selain seiring dibilang tukang ngeyel saya memang dikenal sangat nakal dan bandel di kalangan santri ringinagung pada saat itu.
Kenakalan saya mungkin sangat luar biasa, bayangkan saja, saya pernah minggat dari pondok ringinagung di usia 10 tahun, sampai-sampai merepotkan polisi polsek diwek jombang yang terpaksa mengantarkan pulang saya ke pondok lagi di tengah malam.
Suatu hari kakak saya marah terhadap saya karena menurut beliau saya terlalu santai dalam hal belajar, bahkan sering bolos sekolah dan ngaji sorogan.
"Kamu mau jadi apa besok kalau caramu mondok seperti ini" kata kakak saya sembari menahan marah.
"Mau ngomong apa nanti di masyarakat kalo ternyata kamu mondok tapi gak bisa baca kitab,? gak bisa ngaji?!"
"Bagaimana mau jadi kiyai kamu, kalau sekolah bolos terus, ngaji gak mau?" Lanjut kakak saya.
Tapi dengan santai sayapin menjawab,
"Saya mondok bukan karena pingin jadi kiyai kok"
Dan hal itu membuat kakak saya marah,
"Terus kamu maunya jadi apa?!! Kalau gak mau jadi kiyai ngapan mondok!?".
Bentak kakak saya sembari melotot ke arah saya.
"Saya mondok karena allah, bukan karena masyarakat, bukan karena ingin jadi kiyai" jawab saya santai seolah kemarahan kakak saya itu hal biasa dan tidak perlu dihayati.
Maka dengan menahan geram dan membawa kesabaranya, kakak saya pergi meninggalkan saya, ternyata beliau menghadap abah, kakak saya pun menceritakan dan mengutarakan keluhanya pada beliau bahwa ia tidak kuat mengasuh saya, membimbing saya.
Ternyata dawuh abah adalah beliau yang akan membimbing saya langsung, beliau mengizinkan saya tinggal di ndalem beliau, tepatnya di sebuah kamar kecil, persisnya diruang dapur ndalem beliau.
Di hari pertama saya tinggal di ndalem beliau, tepatnya selepas sholat dzuhur, jadwal saya adalah sekolah diniyah, tapi saya malas untuk berangkat pada saat itu, tiba-tiba abah bertanya pada saya,
"Qim mau sekolah pondok gak hari ini"
Mungkin karena watak saya yang bandel belum hilang, maka dengan spontan saya menjawab
"Saya malas bah, saya gak mau sekolah pondok hari ini"
Sambil terdiam dan menanti reaksi abah, sesekali saya menengok ke arah beliau sambil "mlonye" dan cengar-cengir.
Tapi betapa heran dan senangnya saya karena ternya abah tidak marah.
"Hemm, baiklah" kata beliau
"Kalau begitu, tugasmu jagain padi yang abah jemur di depan, jangan sampai ada ayam yang mematok sebiji padi pun, bagaimana?" Lanjut beliau.
Maka dengan senang hati sayapun menjawab
"Baik bah" karena menurut saya itu hal mudah.
Saya pun beranjak menuju kedepan rumah, duduk bersandar di bawah rindang pohon rambutan menunggu padi dari gangguan ayam.
Menjelang jam 1 siang, abah bahkan membawakan saya radio,
"Nih radio buat temen biar gak sepi"
Kata beliau sebelum akhirnya pergi untuk mengajar kitab tashrif kelas 5 di komplek sunda.
Padahal pada saat itu peraturanya setiap santri di pondok ringinagung dilarang mendengar radio.
Melihat tv saja hanya pada malam selasa dan malam jum'at.
Matahari makin terik siang itu, angin sepoy-sepoy menyapu wajah dan rambutku, membuat mata saya mulai ngantuk, ditambah suara lagu-lagu daerah dari radio makin membuat mata ini berat untuk sekedar melek melihat padi.
Tiba-tiba tampak seekor ayam datang hendak memakan padi, maka dengan terpaksa saya terjaga untuk mengusir ayam itu jauh-jauh dari jemuran padi.
Saya kembali duduk santai, melanjutkan nikmatnya angin dengan ditemani lagu-lagu dari radio kesukaan saya, hal itu membuat saya makin ngantuk berat, mata sayapun terasa berat untuk sekedar dan melihat, tapi lagi-lagi ayam datang mengganggu nikmatnya ngantuk, kali bahkan dengan membawa 2 teman,
"Uhgh! Dasar ayam" dengan geram saya lempar ayam itu dengan sandal hingga ayam itu hilang,
Demikian hal itu terulang lagi dan lagi,
Sampai akhirnya saya jengkel dan geram karena memejamkan mata dan selalu terbangun untuk melempar ayam yang juga milik abah tersebut,.
Maka dengan sedikit menyesal dan geram saya berkata
"Tau gini mending tadi sekolah di pondok saja, saya bisa tidur di kelas walau sambil duduk dan mencuri-curi"
Singkat cerita, keesokan harinya di waktu yang sama abah bertanya lagi pada saya.
"Qim mau sekolah gak hari ini"
Makan dengan segera saya jawab
"Sekolah bah"
Saya tidak mau tersiksa karena ayam-ayam itu seperti kemarin lagi guman saya dalam hati.
"Ya sudah cepat siap-siap, dan berangkat sana"
Saran kyai dengan senyum penuh arti :) :)
Blogger
Disqus
Tinggalkan Komentar

Tidak ada komentar

berkomentarlah yang sopan dengan menggunakan bahasa yang mudah untuk di mengerti.

Paling Populer