Senin, 13 Juli 2015

mencuri mangga


abah zaid

Mencuri mangga

Abah adalah sosok yang selalu mewanti-wanti murid-muridnya agar berhati-hati dengan segala sesuatu yang haram bahkan sesuatu yang subhat alias nggak jelas,

 
Jangankan makanan yang haram, menikmati jasa angkutan umum saja, jika kondektur lupa minta bayaran kita tetap harus ngasih bayaran sesuai harga atau semampunya jika tidak ada,
Menurut beliau sesuatu yang haram apalagi itu makanan adalah biang dari matinya hati.
Disaat yang sama, kebiasaan buruk saya pada saat itu seperti anak-anak lainya adalah memetik buah mangga milik tetangga,
Nyolong jambu atau rambutan milik warga sepulang dari sekolah di luar pondok,
Bahkan kadang saya diam-diam sering memetik mangga milik beliau,
Tentu saja kebiasaan itu tidaklah baik dan harus segera dirubah,
Sekali dua kali sebenarnya saya sudah di ingatkan oleh kang santri abdi ndalem lainya,
Tapi dasar saya anak yang bandel, nasehat itu seperti angin lalu,
Suatu hari, ketika ndalemtengah sepi dari aktivitas kang santri yang nderek ndalem,
Saya berniat mengambil mangga milik beliau yang tengah menguning di pohon persis di depan rumah beliau,
Tapi belum sempat saya mengambil kayu sebagai alat untuk "nyogrok" mangga-mangga itu, tiba-tiba terdengar suara abah memanggil saya,
"Qim, kamu mau mangga nggak?"
Abah seperti tau hati saya yang sedang "ngidam mangga" yang sedang menguning dipohonnya itu.
"Bantu abah metikin mangga itu ya?" Sambil menunjuk pohon mangga yang ada di depan rumah beliau, abah melanjutkan kata-katanya,
Seperti mendapat durian runtuh, saya keginrangan.
"Mau! Mau! Bah" sahutku dengan senang sekali,
"Bagaimana tidak mau, dari semula saya memang pengen mengambil mangga-mangga itu bah" guman saya dalam hati.
"Yo wis kamu naik pohon dulu sana, biar abah ambilkan tas buat tempatnya" kata abah
"Juku'en sing duwur-duwur sik yo!? Terus mudune ati-ati"lanjut abah sambil meninggalkan saya yang mulai menaiki pohon mangga itu.
Entah apa maksud dawuh beliau yang menyuruh saya untuk mengambil mangga yang berada di bagian atas alias yang berada paling tinggi di pohon itu, tapi saat itu saya benar-benar naik di dahan paling atas,
Sambil menunggu abah datang, saya memetik dua buah mangga matang yang tak jauh dari tangan, tapi setelah agak lama menunggu, abah datang bukan dengan membawa tas untuk tempat mangganya, abah justru membawa ibu (istri beliau)
Ibu adalah sosok yang "galak" dalam versi kami sebagai anak-anak pada saat itu,
Meskipun kami sadari galaknya ibu itu demi kebaikan kami.
Kami relatif lebih takut marah ibu dari pada abah pada saat itu, karena abah memang sosok yang penyabar dan nyaris tak pernah terlihat marah pada saya,
"Itu bu, taqim malingnya.. Dia lagi naik mangga.. Lihat tu bu." Suara abah yang berkata pada ibu yang jelas terdengar dan mengejutkan saya.
"Mati aku"keluh saya.
Ternyata abah bukan mengambil tas untuk tempat mangga, tapi justru abah mengaddu kalau saya sedang mengambil mangga milik ibu.
Saya ingin berlari, tapi posisi saya sangat tinggi, mau lompat pun saya tak berani, maka seperti dawuh beliau "mudune ati-ati" dengan pelan-pelan saya turun dari pohon.
"Nrunyam kamu ya qim!? Kamu jangan kebiasaan ngambil mangga tanpa izin ya!? Itu gak baik!." Suara ibu memarahi saya, setelah saya turun dari pohon itu.
"Untung ini punya abah, kalau ini punya orang lain gimana?" Lanjut ibu.
"Kamu mau isi perutmu berubah jadi api neraka". Ibu terus saja menasehatiku.
"Tapi bu..." Saya membuka suara. Saya ingin ibu tahu kalau tadi abah-lah yang menyuruh saya naik dan menggambil mangga itu.
Tapi belum sempat saya sampaikan itu, abah yang berdiri di teras rumah ambil tersenyum-senyum kecil dawuh pada ibu.
"Kemarin juga ngambil bu, kemarinya lagi juga ngambil waktu berdua sama duwan".
"Skak mat"gumam saya.
Mendengar dawuh abah, saya baru sadar bahwa ini adalah hukuman atas perbuatanku yang lalu-lalu,
Dengan rasa malu saya hanya tertunduk lesu, garuk-garuk kepala dan "ingah-ingih" sambil berfikir darimana abah tau saya ngambil mangganya yang kemarin-kemarin itu.
Sejak saat itu, saya semakin berhati-hati dengan kebiasaan burukku mengambil buah yang bukan hakku meskipun hanya nyicip satu.
Blogger
Disqus
Tinggalkan Komentar

Tidak ada komentar

berkomentarlah yang sopan dengan menggunakan bahasa yang mudah untuk di mengerti.

Paling Populer